Begini Cara Hitung Zakat Penghasilan

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram

Dalam ajaran Islam, ada bermacam-macam zakat. Salah satunya adalah zakat profesi.
Zakat profesi ini dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama orang/ lembaga lain yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nisab (batas minimal wajib zakat). Misalnya, pejabat, pegawai, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, seniman, dan sebagainya.
Mayoritas ulama mazhab empat, tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nisab dan sudah sampai setahun (haul). Sementara itu, para ulama mutaakhirin seperti Syekh Abdurrahman Hasan, Syekh Muhammad Abu Zahro, Syekh Abdul Wahhab Khallaf, Syekh Yusuf Al Qardlowi, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, hasil kajian majma’ fiqhdan Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003 menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib.
Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat (Ibnu Abbas, Ibnu Masud dan Mu’awiyah), Tabiin (Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul) juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberpa ulama fiqh lainnya. (Al-fiqh Al-Islami wa ‘Adillatuh, 2/866).
Tak hanya itu, kewajiban zakat penghasilan ini juga berdasarkan pada firman Allah SWT: “… ambilah olehmu zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS At-Taubah 9:103) dan firman Allah SWT: ” Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” (QS Al-Baqarah. 2:267)
Juga berdasarkan sebuah hadis sahih riwayat Imam Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda: ” Keluarkanlah olehmu sekalian zakat dari harta kamu sekalian,” dan hadits dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah SAW bersabda: “Sedekah hanyalah dikelaurkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu.” (HR Ahmad)
Jika ulama mewajibkan umat Islam menunaikan zakat penghasilan, bagaimana caramengeluarkannya? Apakah dikeluarkan berdasarkan penghasilan kotor atau berdasarkan penghasilan bersih?

Bruto atau Neto

Dalam buku Fiqh Zakat karya Yusuf Qaradlawi. bab zakat profesi dan penghasilan, dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat penghasilan. Kalau kita klasifikasi ada tiga wacana:
1. Pengeluaran broto, yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gram emas dalam jumlah setahun, dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 2 juta rupiah x 12 bulan = Rp24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5 dari 2 juta tiap bulan = Rp50 ribu atau dibayar di akhir tahun = Rp600 ribu.
Hal ini juga berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan ‘Auza’i, beliau menjelaskan: “Bila seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya” (Ibnu Abi Syaibah, Al-mushannif, 4/30). Dan juga menqiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dzan dan rikaz.
2. Dipotong oprasional kerja, yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor yang mencapai nisab, maka dipotong dahulu dengan biaya oprasional kerja. Contohnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta rupiah sebulan, dikurangi biaya transportasi dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak Rp500 ribu, sisanya Rp1.500.000, maka zakatnya dikeluarkan 2,5 dari Rp1.500.000= Rp37.500,-
Hal ini dianalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Itu adalah pendapat Imam Atho’ dan lain-lain dari itu zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.
3. Pengeluaran neto atau zakat bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat, akan tetapi kalau tidak mencapai nisab ya tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk muzaki (orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahik (orang yang berhak menerima zakat) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.
Hal ini berdasarkan hadis riwayat Imam Al-Bukhari dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah SAW bersabda: “…. dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan…” (Lihat: DR Yusuf Al-Qaradlawi. Fiqh Zakat, 486)
Kesimpulan, seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan mencapai nisab (85 gram emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5 %, boleh dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdal (utama) karena khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tapi tidak dizakati, tentu akan mendapatkan azab Allah baik di dunia dan di akhirat. Juga penjelasan Ibnu Rusd bahwa zakat ituta’bbudi (pengabdian kepada Allah SWT) bukan hanya sekadar hak mustahik. Tapi ada juga sebagian pendapat ulama membolehkan sebelum dikeluarkan zakat dikurangi dahulu biaya oprasional kerja atau kebutuhan pokok sehari-hari.
Semoga dengan zakat, harta menjadi bersih, berkemabang, berkah, bermanfaat dan menyelamatkan pemiliknya dari siksa Allah SWT. Amiin ya mujibas sa`ilin.


[trx_button type=”square” style=”filled” size=”large” bg_style=”custom” align=”center” link=”https://donasikita.org/program/zakat-penghasilan/” popup=”no”]TUNAIKAN ZAKAT[/trx_button]

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram

Tinggalkan Komentar