Lamunan pak Din pecah, saat kami tiba di depan rumahnya. “Eh buk, silakan masuk,” ucapnya dengan wajah terkejut.
Pak Din yang semula duduk tepat di depan pintu perlahan bangkit mempersilakan kami untuk masuk. Dari luar, kami mengamati gerobak roti yang sehari-hari menemani pak Din mencari nafkah kini mangkrak di depan rumah.
Kedatangan kami saat itu memang tak disangka oleh pak Din, sebab kami pun juga memang sengaja pula tidak memberi kabar kepadanya. Kala itu, kami benar-benar ingin menemui pak Din yang sebelumnya mengaku sempat berhenti jualan karena tidak lagi memiliki modal.
Kami pun memasuki rumah pak Din. Beralaskan tikar usang berwana biru memudar, kami duduk bercerita dan memulai perbincangan dengan saling bertanya kabar. Saat di rumah, pak Din ditemani Zaenab (istri pak Din), yang rupanya beberapa hari lalu baru sembuh dari sakit muntaber.
“Baru sembuh buk, beberapa hari yang lalu lemas berbaring tidak bisa ngapa-ngapain. Ini udah alhamdulillah udah mulai sembuh,” kata pak Din. Rupanya hal ini lah juga yang menjadi penyebab pak Din tidak bisa berjualan selama beberapa hari belakangan.
“Saya itu buk, jualannya hasil pas-pasan. Jualan roti hasil untungnya untuk makan keluarga, sisanya disisihkan untuk modal jualan lagi besok,” ucap pak Din. Beberapa hari ini, pak Din memang tidak berjualan lagi. Ia mengaku kehabisan modal lantaran harus mengeluarkan biaya lebih untuk berobat istrinya.
“Kemarin istri sakit, anak-anak juga sudah mulai masuk sekolah kan buk, mulai pikirkan ongkos untuk mereka pergi sekolah. Terakhir, kemarin saya memang sudah tidak pegang uang lagi, saya bingung bagaimana anak-anak sekolah. Syukurnya istri saya masih ada simpan uang, dikasihnya ongkos untuk anak saya bisa pergi ke sekolah,” ucapnya.
Meski sempat terhenti berjualan, pak Din terus mencari cara bagaimana agar ia bisa kembali menjajakan roti jualannya. “Saya memang cari-cari cara buk, kemana aja saya coba usaha biar saya bisa dapat modal untuk jualan lagi, itu tadi yang waktu ibuk-ibuk datang saya lagi pikirkan” terang pak Din kepada kami.
Berjualan roti memang sudah menjadi nafkah utama bagi keluarga pak Din. Sepuluh tahun sudah, pak Din berjualan roti untuk menghidupi ketiga anak dan istrinya. “Dulu sebelum jual roti saya pernah kerja di toko, jadi buruh untuk antar barang. Tapi, karena saya sudah mulai tua jadinya tidak bisa dipekerjakan lagi,” kata pak Din dengan nada lesu.
Kami melihat mata Pak Din mulai berkaca-kaca, terlebih saat ia melanjutkan cerita tentang kondisi keluarganya. “Ya beginilah buk, masih tetap alhamdulillah ada tempat tinggal. Ini kami ngontrak perbulan 350 ribu. Sering nunggak, apalagi pas saya tidak kerja kayak gini,” keluh pak Din.
Saat kami memberikan sedikit modal, tangis pak Din pun pecah. “Ya Allah buk, alhamdulillah. Besok saya insya Allah saya jualan, alhamdulillah, alhamdulillah,” ucap pak Din sambil meneteskan air mata.
Pak Din begitu bersemangat mengatakan besok ia akan berjualan. Ia pun turut memberitahu kami dimana biasa ia mengambil roti untuk dijual dan dimana saja tempat ia berkeliling membawa roti jualannya.
Satu yang kami lihat dari Pak Din, semangatnya benar-benar membara. Meski usianya tak lagi muda, ia tetap kuat mengayuh gerobak sepedanya itu. Melihat usia pak Din yang sudah memasuki 61 tahun, kami pun berkeinginan untuk memberikannya gerobak baru agar tidak lagi bersusah payah mengeluarkan tenaga dengan mengayuh sepeda.
Untuk mewujudkan itu semua, kami tidak mampu sendiri. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat bersama membantu pak Din untuk tetap berjualan dengan gerobak barunya. Bantu pak Din miliki gerobak baru dengan mengirimkan bantuan melalui BSI 300.300.3155 atau Mandiri 106.006.700.6000. Info lebih lanjut hubungi 0812 6200 6967.